SEMUA BENTUK PELAYANAN DI DINAS SOSIAL DIY TIDAK DIPUNGUT BIAYA-MEMBANTU MASYARAKAT ADALAH KEPUASAN KAMI

Sekilas Gambaran Pengentasan Lansia Terlantar di PSTW

(Last Updated On: 22 October 2014)

oleh: Feriawan Agung Nugroho, S.Sos

 

 

Lansia Terlantar

Idealnya, lansia akan menikmati masa tua dengan fisik prima, tidak sakit-sakitan, masih dapat beraktifitas sesuai kemampuan, perasaan yang tenang dan bahagia, tidak merasa kesepian, memiliki keluarga yang bahagia, anak cucu yang senantiasa dekat, kawan-kawan yang masih bisa diajak berbagi cerita, dan kondisi spiritual yang tenang, khususnya dengan Tuhannya. Ketika lansia mengalami hambatan besar dalam menikmati masa tuanya tersebut, maka dia disebut lansia yang tidak sejahtera. Jika ketidaksejahteraan itu diakibatkan oleh faktor-faktor yang berada di luar dirinya, seperti dari keluarga dan lingkungannya, maka dia disebut sebagai lansia terlantar.

Secara garis besar, ada dua jenis lansia terlantar: terlantar secara ekonomi dan terlantar secara sosial. Disebut terlantar secara ekonomi jika kebutuhan-kebutuhannya itu terhambat karena kemiskinannya. Dia tidak bisa mendapatkan ketercukupan nutrisi karena tidak mampu membeli sembako, dia tidak tinggal di tempat yang layak karena tak ada biaya atau keluarga yang menyokongnya, dia tidak mampu ke dokter untuk mengobati sakit encoknya, asam uratnya, darah tingginya, gulanya, dan penyakit yang biasa menghinggapi lansia. Dia tidak memiliki biaya untuk mendapatkan akses memperoleh hiburan, transportasi, komunikasi yang memungkinkan dia bertemu dengan teman-teman seumurannya. Intinya adalah faktor ekonomi.

Disebut lansia yang terlantar secara sosial jika dia dalam kondisi: kesepian, karena mungkin ditinggal oleh pasangannya, anaknya, cucunya atau teman-temannya yang barangkali sudah meninggal duluan. Ketiadaan aktifitas, hanya membakar waktu dari hari ke hari tanpa ada yang bisa dilakukan. Kekurangan perhatian, karena mungkin orang-orang di sekitarnya tidak ada yang bisa diajak curhat, diajak bernostalgia, atau mungkin diajarkan sesuatu yang dimilikinya. Keputusasaan, karena mungkin dia sudah kehilangan kedudukannya sebagai orang yang dulu dihormati, disegani atau ditaati. Keterpurukan imannya, karena mungkin ketiadaan bimbingan rohani yang bisa menenangkan batinnya agar mampu menghadapi kematian dengan tenang.

Tidak banyak orang-orang atau anak-anak yang cukup siap ketika orang tuanya kelak menjadi lansia. Seringkali yang dipikiran hanyalah ketika orang tuanya atau kakek-neneknya sehat. Sehingga ketika mereka menghadapi masa tua, pensiun, yang dilakukan hanyalah membiarkan si lansia makan, tidur, tenguk-tenguk (nongkrong) di depan tivi atau membaca koran.

Pekerja Sosial di PSTW

Mari Anda bayangkan bahwa Anda harus memilih ketika disodori dua kucing untuk Anda pelihara salah satu. Yang satu adalah kucing rumahan yang bersih, penurut, jinak, diberi makan gampang, dan terbiasa hidup di dalam ruangan. Yang satu lagi adalah kucing jalanan yang kotor, dekil, giras/liar, dikasih makan berlagak serakah dan masih gemar kluyuran.

Maaf jika analoginya terlalu kasar. Tetapi setidaknya demikianlah gambaran lansia terlantar yang masuk ke Panti Sosial Tresna Werdha. Ada lansia rumahan, ada lansia yang hidup di jalanan. Mudah untuk mereka yang rumahan, karena diorientasi sedikit saja untuk menyesuaikan diri di Panti dalam seminggu sudah dapat beradaptasi. Lain ceritanya jika lansia berasal dari jalanan. Penampakan sudah dipastikan bahwa dia terbiasa jorok, betah untuk tidak mandi berhari-hari, cara makan jorok karena kadang tidak cuci tangan, tidak membersihkan piring, makan dengan mengecap seperti kuda dengan kaki pethangkringan, kentut sembarangan, buang hajat besar kadang tidak terlalu bersih dan buang air kecil kadang tidak disentor, kamarnya berantakan dan bajunya tidak pernah dicuci, dengan petugas ogah-ogahan dan senang kluyuran untuk mengemis. Dan masih banyak lagi.

Itulah persoalan yang harus ditangani PSTW. Tanpa mengabaikan peranan dari pramurukti, perawat dan karyawan lain di PSTW, Pekerja Sosial adalah PNS yang memegang peranan penting di PSTW. Pekerja Sosial harus memperkenalkan dan membentuk tata nilai dalam diri klien yang tadinya adalah lansia jalanan, untuk bisa sedikit banyak menyesuaikan dengan kehidupan di Panti. Inilah langkah pemanusiaan baginya. Tidak mudah, karena tata nilai yang tertanam dalam dirinya itu berasal dari proses yang bertahun-tahun dan kami menerimanya dalam kondisi sudah kadung tua. Kami perlu memotivasi, menegur, memberi konseling, membimbing dan mengarahkan supaya mereka berubah. Faktanya, memang banyak diantara mereka yang berubah (dan harus berubah), tetapi sangat sedikit yang bisa menikmati perubahan itu. Kadang kalau tidak ada petugas mereka berlaku natural lumrahnya mereka, dan saat ada petugas mereka bertindak seolah-olah sebaik-baiknya sifat mereka.

Sekalipun kebutuhan mereka terpenuhi, banyak diantara mereka yang kangen untuk kembali ke jalan. Mengemis, atau memulung. Walaupun di Panti semua kebutuhan mereka sudah terpenuhi. Ketika diharapkan mereka bisa bertaubat untuk mempersiapkan hari akhirnya guna bertemu Sang Khalik, walaupun sudah diberi sarana dan prasarana ibadah, mereka tetap saja malas untuk beribadah, bahkan cenderung menuruti naluri atau keinginan pribadinya. Itulah tantangan terbesar Pekerja Sosial di PSTW. (*)

 

10151425_10203738625214413_1676821835553093196_n

Feriawan Agung Nugroho, S.Sos

Penulis adalah Pekerja Sosial Fungsional

Panti Sosial Yogyakarta Unit Abiyoso

19720cookie-checkSekilas Gambaran Pengentasan Lansia Terlantar di PSTW

Tentang penulis

Pekerja Sosial di BRSPA DIY merangkap admin website

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jawab dulu 5 + = 8