SEMUA BENTUK PELAYANAN DI DINAS SOSIAL DIY TIDAK DIPUNGUT BIAYA-MEMBANTU MASYARAKAT ADALAH KEPUASAN KAMI
(Last Updated On: 16 November 2018)

Dokumentasi Wayang Cakruk:





”WAYANG CAKRUK” Dinas Sosial DIY

 

SULUK     :    Dalam terminologi Arab/Islam, Suluk adalah sebuah jalan spiritual atau usaha untuk menuju akhlaq yang baik.Sedangkan  dalam pewayangan,Suluk adalah suatu bunyi nada suara / dalam bentuk kata kata tertentu (mantra) yang disuarakan oleh seorang Dalang untuk  memunculkan sebuah nuansa magis tertentu (spiritual).

SULUH     ;    Bermakna penerang, dalam hal ini, pagelaran digunakan sebagai sarana penerangan/penyuluhan.

CAKRUK ;    Sebuah tempat nongkrong/cangkrukan masyarakat sambil ngudarasa & ngobrol tentang berbagai tema yang sedang hit saat itu.. Cakruk biasanya juga difungsikan sebagai Pos Ronda pada tingkat RT.

Suluk Suluh Wayang Cakruk, Sebuah upaya pencarian solusi bersama antara masyarakat & aparat pemerintahan dalam kehidupan bermasyarakat, beragama, berbangsa & bernegara melalui pendekatan Seni & Budaya serta Agama. (Ngaji & Seni Noto Projo).

Wayang Cakruk hasil rekaan inovatif dari Bp. Untung Sukaryadi ( Kepala Dinsos DIY) ini sudah sejak tahun 2015 diperkenalkan sebagai media penyuluhan dan sosialisasi program- program Dinsos DIY, dan selalu di evaluasi agar selalu bisa mengikuti perkembangan trend di masyarakat milenial saat ini, namun tetap menjadi Tontonan & Tuntunan.

Pada awal Tahun 2018 ini, oleh Bp. Untung Sukaryadi , Wayang Cakruk di kolaborasikan dengan Seniman dan Tokoh agama/ Ustadz ( Seni dan Ngaji) sesuai dengan pertimabngan sebagai berikut :

DASAR PEMIKIRAN

  • Penyuluhan di era milenial memerlukan kiat dan kreatifitas yang dinamis. Ia membutuhkan dukungan instrument yang mampu menjembatani daya tangkap seluruh jamaah. karena itu diperlukan perangkat yang memudahkan para jamaah memahami materi dari setiap kegiatan penyuluhan itu sendiri. Maka, tidak jarang para penyuluh agama (da’i) menggunakan perangkat visual maupun perangkat kesenian dalam penyampaian materi penyuluhannya. Sebuah pendekatan yang di masa lalu sudah dikembangkan di era para walisongo.
  • Di masa lalu misalnya, Wali Songo mengedepankan pola adaptasi dan inkulturasi budaya dalam menyebarkan nilai-nilai keislaman. Dari kesadaran itu lahirlah wayang sebagai sebuah metode dalam menyebarkan nilai-nilai keislaman itu.
  • Di masa kini, telah banyak kreatifitas dilakukan oleh para penyuluh. Mulai menggunakan seperangkat alat gamelan dipadukan dengan peralatan music modern ala Kiai Kanjengnya Cak Nun, model ceramah dengan memainkan wayang sebagai objek visualnya juga dilakukan oleh beberapa penyuluh dan bahkan juga menjadikan kelompok music sebagai cara menyuarakan nilai-nilai keagamaan seperti Soneta Grupnya Rhoma Irama. Tentu semua berpulang pada penerimaan masing-masing pribadi yang menikmati model penyuluhan seperti itu.
  • Namun demikian, penyuluhan di era milenial ini juga memerlukan kiat dan kreatifitas yang tentunya harus dinamis dan adaptif. Melihat kondisi tersebut di atas, Untung Sukaryadi, Sebagai Kepala Dinas Sosial DIY mengembangkan cara yang juga dianggap kreatif, dinamis dan adaptif dalam menggabungkan pengajian, pentas seni dan perhelatan budaya.
  • Semula Wayang Cakruk adalah elaborasi atas tuntutan efisiensi waktu pertunjukkan wayang tanpa menghilangkan pesan yang hendak disampaikannya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk adaptasi atas perubahan pola dan cara menonton wayang di era milenial. Atas inisiasi Bapak Untung Sukaryadi selaku Kadinas Sosial DIY, sekitar dua tahun lalu (2015) mengkreasi Wayang Cakruk sebagai instrument penyuluhan social dengan durasi waktu maksimal 4jam. Istilah Wayang Cakruk sendiri merujuk pada tradisi cakrukan masyarakat Jogjakarta khususnya di sebuah tempat Cakruk (tempat nongkrong semacam pos ronda), di mana dalam cakrukan itu biasanya muncul obrolan-obrolan yang mengarah pada persoalan-persoalan sehari-hari mereka.
  • Wayang Cakruk pada akhirnya juga berusaha menampilkan lakon-lakon sosial yang dirasa dekat dengan persoalan serhari-hari masyarakat sekaligus juga merespons persoalan-persoalan yang hangat dibicarakan. Sebagai upaya pengayaan sisi spiritual masyarakat, Wayang Cakruk dikembangkan dengan menghadirkan bintang tamu Pemuka Agama / Spiritualis/ Ustadz, dan agar lakon lebih menarik perhatian masyarakar disegala lapisan umur wayang cakruk berkolaborasi dengan pelaku seni peran yang akan mengemas cerita agar lebih edukatif dan komunikatif.

KONSEPSI

  • Secara konseptual penyuluhan ini menggabungkan konsep: ceramah (pengajian), pertunjukkan seni dan wayang (budaya) dalam frame sinergi social problem solfing.
  • Beberapa kelompok kesenian dan juga tidak sedikit para kiyai, ustadz yang menggunakan cara menyuluh agama dengan pendekatan kesenian. hanya saja terkadang terkesan antara pengajian, pentas seni dan perhelatan budaya kurang seiring jalan.
  • Untuk maksud yang sama, Dinas Sosial DIY berusaha penggabungan itu seperti sebuah mata rantai dan menyatu. Artinya pengajian akan mengikuti perhelatan wayang seperti apa yang nantinya akan dipentaskan. Begitupun pada pentas seni akan diusahakan sesuai dengan materi pengajian yang diambil dari lakon wayang apa tengah dimainkan dan saling mengisi satu sama lain.
  • Karena hal itulah mengapa Suluk Suluh Wayang Cakruk ini dikonsepsikan sebagai bentuk dari “SULUK TONTUN”. Sebuah jalan pencarian jatidiri setiap individu dari sebuah tontonan yang menjelma sebagai tuntunan.

FILOSOFI

  • “Suluk Suluh Wayang Cakruk” secara filosofis adalahsebuah jalan spiritual yang mengusung nila-nilai luhur dalam kebudayaan Jawa.
  •  “Hamemayu Hayuning Bhawono” Dalam pengertian ini, wayang cakruk sebagai sebuah inovasi kesenian, merepresentasikan kehidupan sosial masyarakat terkini dengan segala problematikanya sebagai bagian dari tatanan alam semesta.

Dengan filosofi demikian, secara material, lakon-lakon yang dipentaskan wayang cakruk sudah barang tentu membawa muatan nilai-nilai yang sejauh ini menjadi bagian dari tradisi dan budaya Jawa, seperti; membentangkan keselarasan kehidupan (harmoni) antara aspek-aspek sosial dan spiritual dalam satu tarikan napas.

 

IMPLEMENTASI

Sebagai perwujudan dari filosofi yang diusung wayang cakruk, maka dirasa perlu dalam setiap pertunjukkan wayang ini mendialogkan antara agama dan budaya. Menempatkan budaya sebagai instrument yang mampu menyampaikan nilai-nilai agama (spiritual) dan sekaligus pesan-pesan sosial.

Pertunjukkan wayang cakruk ini akan senantiasa menonjolkan dua hal: sosial dan spiritual. yang dalam hal ini tentunya dilakukan sebagai bentuk dari penghargaan atas seni wayang itu sendiri, dalam hal mana di masa lalu ia menjadi instrument para wali dalam menyebarkan nilai-nilai sosial dan spiritual. Dikembangkan menjadi media peragaan penyuluhan sosial sebagai wahana tranformasi informasi kesejahteraan sosial dan social problem solfing bagi seluruh kalangan masyarakat, dari ; penyandang, partisipan, significant others serta stake holder terkait bersinergi untuk menciptakan kesejahteraan sosial.

 

STRATEGI

  • Menempatkan pertunjukkan wayang secara kontekstual dan dapat dinikmati oleh generasi kekinian.
  • Secara tematik, lakon-lakon yang dipentaskan dalam pertunjukkan wayang cakruk ini mengikuti isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat.

 

ABSTRAKSI ACARA

Secara umum Wayang Cakruk tidaklah berbeda dengan Wayang Suluh dalam hal bentuk wayang dan tata pementasannya. Wayang Cakruk juga menggunakan atribut layar, gamelan, kendang, plus organ, sinden dan tentunya adalah dalang itu sendiri yang membawakan lakon cerita. Sebagaimana sesi Goro-Goro / Limbukan dalam  Wayang tradisional. Pagelaran wayang cakruk menonjolkan fragmen sisi sosial & spiritual dengan menghadirkan tokoh agama & tokoh masyarakat.

Beberapa hal prinsip dalam pementasan Wayang Cakruk ini adalah :

  • Wayang cakruk memiliki bentuk wayang tersendiri yang disesuaikan dengan penokohan cerita dalam sebuah lakon. Bisa jadi tokoh-tokoh dalam wayang ini adalah individu yang kita kenal akrab dan juga posisi mereka di tengah-tengah masyarakat seperti; Kiyai, Lurah, Camat, Bupati, dll.
  • Bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa & Indonesia sehari-hari, sehingga mudah diterima oleh segala lapisan masyarakat.
  • Durasi pertunjukkan wayang cakruk tidak seperti wayang tradisional. Wayang cakruk maksimal hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam. Dengan durasi yang tidak terlalu lama ini diharapkan penonton dari generasi kekinian mampu bertahan dan menikmati seni pertunjukkan wayang ini sampai akhir.
  • sangat mungkin bagi wayang cakruk untuk mengadaptasi iringan music-music
    modern dalam setiap pertunjukkannya.
  • Kemunculan Tokoh Agama/ Ustadz & Pemerintah dengan membawa pesan-pesan sesuai tema akan menyatu dalam dialog ringan dan segar di tengah –tengah pementasan Wayang Cakruk.
  • Acata ini akhirnya akan di akhiri dan ditutup dengan Do’a bersama dipimpin oleh Tokoh Agama setempat.

Catatan : Setiap pementasan akan dibuatkan treatment yang disesuaikan dengan tema utama.

 

WAKTU & TEMPAT/LOKASI

Waktu           :      Kegiatan ini direncanakan akan berjalan sepanjang tahun                  Acara dimulai pada jam 20.00 WIB – 24.00 WIB

Lokasi           :      Acara ini direnanakan berlokasi di Lima wilayah di D.I. Yogyakarta (sesuai alokasi RKA/ DPA)

 

PENGISI ACARA

  1. Tokoh Agama / Spiritual / Ustadz yang memiliki pengetahuan tentang atau mampu beradaptasi dengan pendekatan/model penyuluhan sosial berdasarkan tematik yang diangkat sesuai isu strategis.
  2. Narasumber Dinas Sosial DIY
  3. Grup Wayang Cakruk binaan Dinsos DIY

 

KELOMPOK SASARAN

Target Penonton :

  1. Masyarakat umum (di utamkan daerah –daerah yang rawan sosial, rawan pangan, rawan bencana dll).
  2. Mitra Kerja Dinas Sosial dan binaannya.

 

Target Partner Pelaksanaan Acara

  1. Masyarakat umum di wilayah D.I. Yogyakarta
  2. LKS, Organisasi Sosial Mitra Kerja dan Binaan Dinsos DIY
  3. Pemerintah Daerah setempat
  4. Pesantren / Kelompok – kelompok pengajian / agama
  5. Kelompok-kelompok / paguyuban umum.
  6. Sekolah/ PT.
34770cookie-checkWayang Cakruk

Tentang penulis

Pekerja Sosial di BRSPA DIY merangkap admin website

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jawab dulu 62 + = 69