SEMUA BENTUK PELAYANAN DI DINAS SOSIAL DIY TIDAK DIPUNGUT BIAYA-MEMBANTU MASYARAKAT ADALAH KEPUASAN KAMI

Saresehan dan Pentas Seni Program Restorasi Sosial GERBANGPRAJA

(Last Updated On: 22 February 2020)

Minggu, 16 Februari 2020

salah satu hasil tangkapan Ikan
Drs. Untung Sukaryadi, MM (kepala Dinas Sosial DIY) sebagai keynote speaker
Narasumber Kapolsek Mlati (Kiri), Prof. Afendi (Tengah)
Dhahar Kembul

Menarik, bertempat di Jembatan Baru UGM, Pogungkidul, Sinduadi Mlati Sleman telah dilaksanakan Restorasi Sosial GERBANGPRAJA yang terlebih dahulu diawali dengan acara gogoh iwak. Acara ini didukung oleh relawan RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia) dan juga relawan yang terlibat dalam kebencanaan ( RAPIGANA dan TAGANA). Maksud tujuan acara ini adalah agar para relawan tetap peduli terhadap lingkungan, artinya punya teposeliro , sithik edhing. Adanya komunitas MATURKA  (Manungso Turut Kali) yang turut hadir untuk melakukan reresik kali dan Gogoh Iwak, yaitu mencari ikan tanpa dengan alat. Hal ini dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk bersih-bersih kali. Kepala Dinas Sosial DIY menyampaikan bahwa ini artinya reresik kali banyune mili, membuang sampah tidak di sungai inilah nilai sithik edhingnya. Aliran Sungai lancar, rejeki tidak macet. Kemudian tutur beliau, gogoh iwak adalah golek iwak ora ngrusak, tidak membenarkan mencari ikan dengan racun, sengatan listrik dan bahan peledak karena itu akan merusak ikan-ikan kecil. Masyarakat pun kemudian menyambut gembira lemparan ikan yang dilakukan oleh MATURKA, artinya ikan telah berhasil ditanggap tanpa alat. Masyarakat berharap masih ada ikan-ikan yang terjaga kelestariannya di sungai.

Narasumber saresehan restorasi sosial ini adalah Kapolsek Mlati, beliau dari awal sudah mendukung kegiatan ini sebagai upaya menjaga lingkungan dan melestarikan keberlangsungan hidup ikan di sungai. Prof. Afendi dari Narasumber kalangan akedemisi juga turut menyampaikan bahwa Sithik Edhing harus selalu kita ingat, sadari agar kita tetap bisa menyatukan diri secara sosial. Bapak KH Iman S menyampaikan tentang Jogja dilihat dari segi Agama, agama adalah alat pemersatu dunia. Indonesia tidak akan terjadi perang antar agama karena saat agama masuk tidak melalui peperangan tetapi melalui kearifan lokal, menghormati budaya asal.  Salah satu caranya adalah menggunakan bahasa jawa ‘kramo Inggil”. Cara ini dilakukan oleh Sunan Kalijogo.

Drs. Untung Sukaryadi, MM dalam penutup menambahkan sekaligus menjawab pertanyaan budaya jawa di Yogyakarta yang mulai sedikit bergeser. Diperlukan generasi muda yang njawani yang cerdas spiritual, sosial, fungsional dan budaya. Sehingga akan diselenggarakan GELARPRASOJO (Gladi Aksara Pranatan Subosito Jowo) yang nantinya dapat diintervensi bersamaan dengan pelaksanaan Sekaten yang saat ini hanya dilaksanakan 1 kali dalam 2 tahun. Selanjutnya diharapkan relawan bekerja karena naluri bukan hanya karena prestasi. Acarapun dilanjutkan dengan dhahar kembul bersama hasil gogoh iwak, menurut Toto Gunarto, panitia relawan RAPI Lokal Mlati diperoleh ikan di sungai sejumlah 15 kg kemudian dimasak oleh tim Dapur Umum TAGANA untuk dinikmati bersama. Harapannya interaksi sosial yang membekas, interaksi yang duduk bersama tidak ada strata yang menghalangi komunikasi, ungkap Untung Sukaryadi.

72090cookie-checkSaresehan dan Pentas Seni Program Restorasi Sosial GERBANGPRAJA

Tentang penulis

Pekerja Sosial di BRSPA DIY merangkap admin website

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jawab dulu 97 − 92 =