SEMUA BENTUK PELAYANAN DI DINAS SOSIAL DIY TIDAK DIPUNGUT BIAYA-MEMBANTU MASYARAKAT ADALAH KEPUASAN KAMI
(Last Updated On: 15 October 2019)

Ini adalah salah satu gambaran penyelesaian kasus konflik antar lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna Werdha Yogyakarta. Andaikata perasaan kami tidak terolah untuk menghadapi lansia dengan aneka watak, andaikata kami tidak sadar kode etik yang melekat di profesi kami, tentu kami-kami yang bekerja dengan lansia ini sudah ikut muntab, terlibat baku hantam dengan mereka-mereka yang sepuh tapi selalu ribut ini. Betapa tidak? Bukan hanya kata-kata kotor yang dengan mudah terlontar dari mulut mereka untuk merendahkan teman atau lawan bicara, bahkan mereka tega memfitnah kalau perugas ada affair, ada perilaku tidak adil. Padahal kerja keras kami rasanya sudah maksimal. Tapi begitulah…

Kepala Balai PSTW, Gatot Yulianto, ikut terlibat menengahi konflik antar klien.

Konflik antar mereka ini begitu hebat sehingga bukan hanya berusaha dimediasi oleh banyak petugas, tetapi bahkan melibatkan Kepala Balai. Padahal awalnya sepertinya hanya persoalan sederhana. Ada lansia di wisma tersebut yang merasa terganggu karena ketika beribadah, lansia lain menyalakan televisi. Yang menyalakan televisi tidak terima disalahkan karena kalau toh dibutuhkan tinggal bilang saja rampung. Tetapi ternyata itu hanyalah penampakan gunung es dari konflik antar mereka. Maka begitu dimediasi, berhamburanlah kata-kata kotor, hinaan, cacian, lontaran kata-kata keji, kata-kata porno, kata-kata menjijikkan diantara mereka. Terbongkarlah tindakan bulliying, ancaman, egoisme, otoriter, keras kepala, dan tindakan-tindakan keji dari banyak peristiwa yang sebelumnya tidak terekam petugas.

Ada lansia yang serba curiga. Makanan yang diberikan bau kecut ketiak, air bau kelamin, dan banyak lagi. Ada yang membully temannya yang jarang mandi. Ada yang merasa bahwa urusannya terlalu banyak diintervensi. Semua tumpah ruah.

Mediasi tidak berjalan mulus karena dari semua mereka lebih ingin melontarkan pendapat daripada mendengar. Mulut berbusa-busa, otot leher menegang, meminta pendapat dari orang yang diam daripada mau mendengarkan masukan yang sekiranya meluluhkan hati mereka.

Maka. Lebih dari satu jam pertunjukkan perang mulut ini disaksikan sampai mereka lelah. Barulah setelah itu dicoba untuk melonggarkan pendapat, saling mengaku salah, dan saling memaafkan. Bisa jadi saling maaf itu sementara. Tetapi tak apalah, setidaknya malam ini mereka sudah puas meledakkan emosi mereka yang begitu rupa sampai lelah. Biar nyenyak tidur mereka sesudahnya.

Kami masih berkumpul malam itu. Bahkan sampai jam 20.30, kami harus merumuskan kesepakatan dan membagi peran agar simbah-simbah bermasalah itu bisa diatasi jikalau mereka meledak di kemudian hari.

Begitulah suka duka kami dalam mengurus lansia terlantar di Balai. Tidak peduli hari libur, hari malam, badan capek, ketika tugas memanggil, maka kami harus siap. Semua demi satu tujuan: senyum di wajah mereka. Iya mereka, lansia-lansia terlantar yang kami muliakan di sini, di Balai PSTW Yogyakarta. (Feriawan)

65250cookie-checkPERSETERUAN LANSIA

Tentang penulis

Pekerja Sosial di BRSPA DIY merangkap admin website

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jawab dulu 35 − = 28