SEMUA BENTUK PELAYANAN DI DINAS SOSIAL DIY TIDAK DIPUNGUT BIAYA-MEMBANTU MASYARAKAT ADALAH KEPUASAN KAMI

KLITIH, KETIKA ANAK KEHILANGAN SUBASITA

(Last Updated On: 4 March 2020)

Kasus kenakalan remaja di Jogja yang dikenal dengan Klitih dewasa ini begitu menyita perhatian publik. Anak-anak menjadi hilang kendali karena hilangnya hal penting dalam diri mereka yang dikenal dengan “suba-sita” ataupun rasa hormat mereka dengan lingkungan, dan khususnya dengan orang tua. Anak jika masih memiliki suba-sita, masih bisa dikendalikan. Jika sudah demikian, perlu dilakukan intervensi bukan hanya pada si anak tetapi juga pada orang tua dan lingkungan sekitarnya. Pada pengalaman kasus, orang tua melahirkan anak-anak yang destruktif, karena bersikap semena-mena terhadap anak-anaknya. Anak harus pintar,anak harus menonjol, anak harus sukses, maka yang terjadi anak dipaksakan oleh orang tua untuk selalu mengiakan. Hingga pada suatu ketika, semakin besar, si anak berontak dan melawan bukan saja kepada orang tuanya tetapi juga masyarakat yang tidak peduli pada kondisinya, yaitu ketika anak kehilangan masa anak-anak secara natural.

Solusi dari persoalan tersebut, dalam konteks restorasi sosial bisa dimulai dengan mengidentifikasi anak-anak yang memiliki persoalan sosial. Jika sudah teridentifikasi, dilanjutkan dengan melakukan pendekatan kepada keluarga atau orang tua mereka. Pendekatan yang baik, yang didasari dengan rasa sithik eding dan kasih sayang akan membuahkan kepedulian untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.

Restorasi sosial diinisiasi dinas sosial DIY sejak tahun 2017 dan selalu digaungkan dalam dalam bentuk kampanye dan penyuluhan di masyarakat sampai dengan tahun 2019. Dari kampanye lingkup per kecamatan, hingga merangkul komunitas-komunitas masyarakat, akademisi, agamawan, lingkungan pondok pesantren, sampai dengan berbagai organisasi masyarakat yang memiliki basis masa besar di DIY.

Restorasi sosial adalah gerakan untuk mengembalikan jatidiri bangsa. Jatidiri bangsa atau karakter bangsa ini terlihat, misalnya dari bagaimana kita mengedepankan toleransi dan musyawarah untuk menyelesaikan masalah.  Hal itu ditengarai karena pembangunan yang selama ini dilakukan masih lebih menonjol pada sisi fisik saja.  Disinilah diperlukan restorasi sosial. Restorasi sosial bertujuan untuk membentuk generasi yang Njawani. Njawani tidak berarti primordial, ataupun Jawa sentris, tetapi bagaimana nilai-nilai Budaya Jawa tercerminkan dari perilaku kehidupan individu dan sosial seperti halnya mengendepankan toleransi dan musyawarah.

Semangat restorasi tersebut, dalam istilah Jawa bisa disederhanakan menjadi sithik eding. Sithik eding bermakna berbagi rasa, ruang dan tanggungjawab.

Aparat-aparat yang bersentuhan langsung seperti Babinsa ataupun Babinkamtibmas akan memegang peranan strategis untuk melakukan perubahan kondisi ini, yakni dengan mengedepankan pendekatan budaya. Dibutuhkan panggung-panggung yang mampu menyebarluaskan gagasan-gagasan ini lewat pendekatan yang baik kepada masyarakat.  Dinas Sosial siap mendukungnya.

Uraian di atas dipaparkan oleh Drs Untung Sukaryadi, MM., Kepala Dinas Sosial DIY, dalam Sarasehan dan Pentas Seni Program Restorasi Sosial “Gerbangpraja” bersama BABINSA dan BHABINKAMTIBMAS yang diselenggarakan Minggu, 23 Februari 2020 di MuseumTNI AD “Dharma Wiratama, Jl. Jend. Sudirman No.75, Terban, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta. 

Hadir sebagai pembicara dalam acata tersebut adalah KPH Yudhoningrat, Kolonel Armed Heri Purwanto (Kepala Badan Pelaksana Museum Monumen Pusat (Balakmusmonpus) Dinas Sejarah TNI AD) dan Kompol Cahyo Wicaksono (Kasubdit Bintibsos Ditbinmas Polda DIY) dibuka dengan pemaparan sekilas tentang Restorasi Sosial “Gerbangpraja” oleh Drs.Untung Sukaryadi, MM selaku Kepala Dinas Sosial DIY.

Dinas Sosial bersinergi dengan Babinsa dan Bhabinkamtibmas bukan tanpa alasan. Babinsa dan Bhabinkamtibmas memegang peranan penting dalam persoalan kemanan masyarakat, termasuk persoalan klitih. Babinsa (Bintara Pembina Desa) sebagai bagian dari TNI, berkewajiban untuk melaksanakan pembinaan teritorial sesuai petunjuk atasannya, yaitu komandan Korem. Babinsa menjadi tempat mengadu masyarakat terkait hal-hal yang berdampak pada keamanan nasional. Sedangkan Bhabinkamtibmas sebagai bagian dari kekuatan Polri,  memiliki tugas pokokmelakukan pembinaan masyarakat , deteksi dini dan mediasi negosiasi agar tercipta kondisi yang kondusif di desa ataupun kelurahan. 

Kolonel Armed Heri Purwanto, melengkapi penjelasan yang disampaikan oleh Untung Sukaryadi. Ada banyak nilai-nilai kepahlawanan yang semestinya bisa dihidupkan oleh masyarakat dengan berkunjung ke Museum TNI-AD yang sepenuhnya bisa diakses oleh masyarakat umum.

“Nilai-nilai kepahlawanan yang dimaksud adalah: niai cinta tanah air, rela berkorban, kesatria, pantang menyerah, mendahulukan kepentingan bangsa, tanpa pamrih/ikhlas, keberanian, kejujuran, kepeloporan dan semangat. Semua itu diperlukan dalam era perang pada masa sekarang ini yang bukan lagi perang terbuka tetapi sudah berubah menjadi perang asimetris. Bentuknya bisa macam-macam, termasuk yang mengancam lewat perangkat gadget yang akrab dengan anak-anak muda kita.”

Kompol Cahyo Wicaksono, sangat mendukung semangat restorasi sosial, khususnya dalam mendukung terciptanya masyarakat DIY yang aman tentram. Sekarang ini masyarakat DIY memiliki ancaman berupa narkoba, kekerasan remaja (klitih), dan radikalisme-intoleransi.

“Klitih adalah fenomena menurunnya moralitas anak-anak remaja di Yogyakarta, dimana jika dilakukan profiling pada pelaku-pelaku, akan ditemukan pola yang relatif sama, yaitu faktor keluarga.  Orang tua yang apatis dan kurang perhatian kepada anak-anaknya. Sehingga untuk memperbaiki keadaan ini, sudah saatnya orang tua-orang tua di  DIY melakukan pendekatan dan pengawasan kepada putra-putrinya. Setidaknya, jam 21.00 anak-anak diminta untuk pulang ataupun sudah di rumah,” papar Cahyo.

Jika orang tua tidak perhatian, maka anak bisa salah pergaulan seperti terlibat genk. Dipastikan, semua sekolah di DIY punya genk. Anak-anak yang terlibat genk akan rentan untuk bertindak negatif dan akhirnya menjadi pelaku klitih. 

Dilaksanakannya acara Gerbangpraja di Museum TNI AD juga memiliki makna yang sinergis dengan semangat restorasi sosial. Museum memang mengoleksi barang mati, tetapi museum memiliki peran besar untuk melestarikan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Nilai-nilai itu akan tetap hidup jika ada kepedulian dari masyarakat. Nilai-nilai  kepahlawan, nasionalisme, dan nilai-nilai budaya bangsa. (fer)

Pembicara yang hadir dalam Sarasehan dan Pentas Seni Program Restorasi Sosial Gerbangpraja di Museum TNI AD, 23 Februari 2020. Duduk dari kiri ke kanan, Untung Sukaryadi, Kol. Arm. Heri Purwanto, KPH Yudhoningrat dan Kompol Cahyo Wicaksono (doc: dinsos)
Pembicara berfoto bersama dengan seluruh peserta sarasehan.
Suasana sarasehan
Berfoto bersama peserta seusai sarasehan
72640cookie-checkKLITIH, KETIKA ANAK KEHILANGAN SUBASITA

Tentang penulis

Pekerja Sosial di BRSPA DIY merangkap admin website

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jawab dulu − 3 = 2