SEMUA BENTUK PELAYANAN DI DINAS SOSIAL DIY TIDAK DIPUNGUT BIAYA-MEMBANTU MASYARAKAT ADALAH KEPUASAN KAMI
(Last Updated On: 16 November 2018)

Oleh: Feriawan Agung N., S.Sos. *)

 Agak miris melihat pemberitaan tentang kondisi Panti Jompo di Pare-Pare pada hari lebaran yang baru seminggu ini diliput oleh salah satu stasiun televisi. Videonya bisa dilihat di sini. Kaget dan sekaligus geram, itu reaksi pertama saya. Betapa tidak? Karena sudah tiga bulan ini saya bekerja sebagai pekerja sosial di Panti Jompo dan biasa berurusan dengan para lansia, mendapati kok ada lansia yang bernasib sebegitu mengenaskan. Orang tua saya, mertua dan kerabat bertanya kepada saya tentang kondisi tempat kerja saya, selaku pegawai negeri yang mengabdi di (bahasa awamnya) Panti Jompo. Media memang terkadang keterlaluan untuk membuat pemberitaan, tetapi untuk yang satu ini saya kira relatif jujur, mengapa? Ya, karena ngapain membuat propaganda dengan mengambil objek panti jompo yang dikelola oleh suatu provinsi yang bobot politisnya relatif kecil. Barangkali, khusnudzan saja, itu hanya sentilan untuk mengingatkan kita, bahwa ada sekian manusia yang nasibnya berbeda di saat kita bersukaria menikmati hari lebaran. Untuk itu saya ingin menuliskan tentang tempat kerja saya yang baru di PSTW (Panti Sosial Tresna Wredha) Abiyoso, Pakem, Yogyakarta.

Gedung Utama PSTW Abiyoso

Kalau Anda sempat jalan-jalan ke Lokasi Wisata Kaliurang Yogyakarta, pastilah melewati RS Grhasia Pakem (yang biasa difungsikan sebagai RSJ). Berjarak 100 meter, melewati jalan di sebelah utara RSJ Grhasia sudah ada penunjuk jalan ke arah PSTW Abiyoso. Di atas tanah seluas 9.702 M3, dari kejauhan akan nampak sekian bangunan-bangunan megah berwarna orange dengan atap genting sokka dikelilingi hijauan cemara pinus, suara burung pipit dan sejuknya angin yang menyentuh rumpun padi di sekitar kompleks itu. Tidak jarang orang mengira bahwa bangunan-bangunan ini adalah villa atau cottage, mengingat suasana yang demikian bersahabat. Salah, karena kompleks ini adalah kompleks panti wredha, tempatnya orang-orang tua terlantar dipelihara oleh negara.

Sudah tiga bulan ini saya mengakrabi tempat ini. Meniti jalan-jalan corn block segi enam yang menghubungkan antar wisma. Sebagaimana biasanya saya menuju satu gedung bertingkat yang besar, menuju lantai dua, karena lantai satu digunakan sebagai aula. Lantai atas, tempat sekian pegawai bekerja, dan saya menuju ke mesin absen scan jari.

Seperti biasanya, pagi jam 07.30 semua pegawasi sudah harus setor jari di mesin ini. Setelah itu, saya menaruh tas dan perlengkapan ke meja saya sembari menyapa rekan pegawai yang lain, sembari basa basi obrolan pagi tentang bola, tentang harga, tentang klien dan lain sebagainya. Hanya sesaat, setelah itu saya turun menuju ke salah satu wisma. Oh ya, wisma itu maksudnya apa? Wisma adalah satu bangunan di PSTW ini yang dihuni oleh 10 sampai dengan 12 orang simbah terlantar. Per wisma ada 6 kamar dan per kamar ada 2 simbah. Ada wisma yang dihuni oleh janda-janda (perempuan semua), dan ada yang dihuni duda-duda(lelaki semua), dan ada pula yang suami istri. Saya, bertanggungjawab atas salah satu wisma yang namanya adalah Grojogansewu. Penamaan wisma di sini dikaitkan dengan nama-nama terkait legenda, pewayangan, dongeng dll seperti Talkanda, Wukirrahtawu, Andongsumawi dll.

Salah satu wisma di PSTW Abiyoso DIY

Wisma saya sendiri dihuni oleh 12 simbah terdiri dari sepasang suami istri dan sisanya adalah duda-duda. Wisma Grojogansewu, sebagaimana wisma yang lain, di bagian luar dihiasi oleh sekian tanaman hias. Jauh dari kesan kotor, jorok atau kemproh, wisma ini menggunakan lantai keramik dengan mebel bagian dalam dari kayu jati. Sebuah titian dari besi selalu tersedia di setiap bangunan di PSTW agar lebih ramah degan kebutuhan simbah-simbah. Dibuat juga desain jalan tak berundak untuk penyandang cacat ataupun yang menggunakan kursi roda. Di bagian dalam, ada televisi, magic jar, dispenser dan beberapa alat kebersihan yang ditempatkan rapih. Ada dapur, ada ruang cucian, dan ada dua kamar mandi di tiap wisma dengan air mengalir 24 jam menggunakan pompa listrik.

Gambaran suasana dalam wisma

Kalau pagi, saya menuju ke salah satu kamar, kamar Mbah Padang, salah seorang penyandang cacat kaki. Kedua kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Tetapi dia ingin ikut kegiatan panti. Setelah dimotivasi, dia mau untuk ikut kegiatan senam pagi dengan konsekuensi, saya bertanggungjawab untuk menaikkan dia ke kursi roda, mendorong kursi roda ke halaman depan aula yang jalannya menurun, dan kemudian mengembalikan dia ke kamar. Itulah setiap pagi yang saya lakukan. Terkadang Mbah Padang merasa bahwa dia sudah merepotkan saya, mengingat perlakukan yang khusus itu, ah..orang tua…orang tua, jangan begitu mbah..itu sudah kewajiban saya yang membawa badge lambang DIY di saku kiri seragam dinas saya. Kalaupun itu dinilai ibadah, ya biar yang mencatatnya sebagai ibadah yang menilainya, alhamdulillah…

Senam Lansia

Mbah Padang adalah satu dari seluruh klien di PSTW ini. Dia dari keluarga terlantar. Diantara mbah-mbah di sini, ada yang tak memiliki anak dan keluarga, ada yang memiliki anak dan keluarga tetapi dikarenakan kemiskinannya maka dia menjadi tak terawat, ada yang ditinggalkan oleh keluarga yang menjadi korban bencana alam, atau ada yang memang diterlantarkan oleh keluarganya yang tak sanggup membiayai dan mengasuh simbah yang perilakunya dan permintaanya selalu merepotkan. Di antara sekian mbah-mbah itu ada yang masih sehat, normal, ada yang sudah harus memakai tongkat, alat bantu jalan, kursi roda. Ada juga yang sudah pikun, susah mendegar, susah melihat, dan beberapa gangguan kesehatan karena usianya.

Istri setia Mbah Padang hidup bersamanya menempati satu kamar di Wisma Grojogansewu ini. Ukuran kamar 3 x 4 dengan lantai keramik, cahaya matahari dari jendela yang cukup, kasur di atas dipan dari busa dan lemari, meja dan kursi yang menjadi kelengkapan per kamar. Isi lemari adalah baju-baju dan kelengkapan pribadi yang diantaranya adalah baju seragam. Setiap pagi, Mbah Padang dan istrinya bersama dengan seluruh penghuni panti yang masih sehat berangkat ke halaman, berkumpul jam 08.00 tepat untuk senam lansia. Saya sendiri selalu ikut senam setiap pagi, dan setiap hari kamis menjadi instruktur senam, bergantian dengan pekerja sosial lainnya.Mbah-mbah itu, ada yang berdiri, ada yang menggunakan kursi melihat saya dan salah seorang mbah senior, bersenam diiringi lagu dari satu tape compo yang kadang suaranya nggleyor (lha gimana, karena pakenya kaset recorder yang dipakai berulang-ulang, gak bisa jika  pakai CD rom). Mbah-mbah, diiringi dengan celoteh dan seloroh, mengikuti senam. Kadang gerakan tidak kompak, kadang belum selesai sudah istirahat..whatever.

Bimbingan Rohani

Selesai senam, mbah-mbah ikut kegiatan reguler. Hari senin, biasanya bimbingan rohani sesuai agama dan kepercayaanya. Untuk yang muslim seperti saya, biasanya berkumpul di Mushola dan diasuh oleh seorang Ustadz dengan tema-tema yang berulang ulang: surga-neraka-kubur, hidup damai dan bersyukur, dan doa-doa memohon kesehatan dan kesejahteraan. Hehe..lha gimana wong sudah tua..Mosok mau tema tentang jihad, tentang ukhuwah islamiyah dll..Jika hari selasa, mbah-mbah berkegiatan seni musik. Seorang pemain piano electone diundang untuk mengiringi mbah-mbah bernyanyi karaoke sementara mbah yang lain joget atau dugem. Belum dua bulan saya sudah hafal bahwa lagu yang dinyanyikan mbah-mbah pun monoton: itu-itu juga, dan lagu favorit mereka adalah “Ojo Lamis”. Pada hari rabu, mbah-mbah berketrampilan: membuat keset, sapu, sulak (kemoceng), jahit dll sesuai dengan hobinya. Semua bahan disediakan oleh Panti. Tidak ada target, tidak ada kendali mutu, tidak ada supplier. Biasanya digunakan untuk kepentingan sendiri, untuk suvenir pengunjung panti, ataupun sekadar pajangan. Harap dimaklumi, itu sekedar mengisi waktu ruang, bukan untuk mempekerjakan simbah-simbah.

Pemeriksaan Kesehatan

Pada hari kamis, kembali ada pengajian. Jumat ketrampilan lagi, dan sabtu adalah karawitan gendhing-gendhing. Jika ada kegiatan yang disebut sebagai day care, maka diundang juga lansia yang berada di sekitar kecamatan pakem untuk terlibat kegiatan pengajian dan hiburan. Lengkap sudah keriuhan di ruang aula dimana para simbah ajojing, saling tukar cerita, ngobrol, curhat dan sebagainya. Lalu apa yang saya lakukan? Yah kalau pas sesi agama, jika kebetulan ustadnya nggak ada ya giliran saya yang menggantikan. Pada sesi ketrampilan, ya menemani dan mencatat kebutuhan bahan baku yang mulai habis.

Karawitan Lansia

Nah kalau sesi hiburan, ya menjadi MC, ikut nyanyi (lagi jadul) dan ikut nggamel. Pokoknya include, membaur bersama dengan mbah-mbah. :D

Njoget Mbah !!!

Setelah sesi reguler itu yang biasanya selesai jam 11.00, maka mbah-mbah bisa menuju ruang poliklinik yang dijaga oleh 6 orang perawat bergantian, serta seorang dokter dari luar, melayani pemeriksaan dan pengobatan untuk mbah-mbah. Semuanya gratis. Poliklinik ini juga buka 24 jam bagi mbah-mbah penghuni panti jika sewaktu-waktu ada yang sakitnya parah atau butuh penanganan khusus. Lengkap: mulai dari ruang periksa, tabung oksigen, apotik, dan kelengkapan kesehatan lainnya.Secara rutin juga, ada psikolog yang datang untuk memberikan bimbingan psikologi kepada mbah-mbah itu.

Setelah itu pas jam 12.00 mbah-mbah akan mengambil makan di Dapur Umum dimana per wisma akan ada satu simbah yang membawa nasi, lauk pauk dan sayur dari dapur umum ke wisma sesuai dengan jumlah mbah di tiap wisma. Sehari 3 kali dengan menu bervariasi yang sudah dikonsultasikan dengan puskesmas dan dokter yang bertanggungjawab sehingga kebutuhan nutrisi, vitamin dan mineral mbah-mbah diperkirakan cukup, serta jauh dari makanan yang kontraproduktif dengan kesehatan usia lanjut seperti: makanan berkolesterol, kelebihan garam atau gula, zat pengawet, MSG, dan lain sebagainya.

Pagi, siang dan malam. Sayur bobor, lodeh, bayam, asem, gudeg, dll Ikan bandeng, telur asin, tempe tahu, telur ceplok, daging sapi, ayam. Buah semangka, sirsak, pisang, pepaya dll. minuman mulai dari teh, sirup, susu, sari buah, kacang ijo dll…pokoknya variatif. Kadang saya mengingat, bahwa pada masa kuliah dulu  jauh lebih menderita daripada mbah-mbah ini. Makan kadang sehari sekali. Kos-kosan sempit, bahkan seringnya gak ngekos, malah hidup di masjid, boro boro minum susu…

Lepas dari jam 1 siang, usai sholat dhuhur, mbah-mbah bebas kegiatan. Mau tidur, mau duduk-duduk, mau ngobrol dipersilahkan sampai dengan kegiatan esoknya. Oh ya, mbah-mbah juga harus mencuci bajunya sendiri serta membersihkan lingkungan wismanya sendiri, khususnya bagi simbah yang masih kuat. Alat cuci dan hygine kit mulai dari untuk kepentingan pribadi ataupun se-wisma semua diberikan atau dijatah. Jika memang tidak ada agenda, maka di jam inilah kadang saya dan teman-teman peksos kadang mengunjungi wisma untuk bertanya tentang kebutuhan dan persoalan yang ada di tiap wisma. Namanya juga simbah, selalu ada saja curhatnya. Mulai dari soal kesehatan, soal temannya yang mulai pikun, lauk yang dicolong kucing, salah paham dengan teman, iri dengan perlakuan yang berbeda dst. Paling sering adalah cerita masa lalu.

Piknik

Di luar itu, setiap tahun mbah-mbah diajak untuk piknik ke lokasi wisata terdekat, mendapat baju, snack dan uang saku gratis saat lebaran, serta kegiatan-kegiatan insidental lainnya.
 

Oh ya, di luar Wisma-wisma ini ada wisma  isolasi. Wisma  inilah yang menjadi hunian mbah-mbah yang sudah bedrest: mbah yang sudah tidak bisa jalan, dan hanya makan tidur buang air di tempat. Di sana ada perawat-perawat khusus yang jaga 24 jam bergantian untuk memenuhi kebutuhan mbah-mbah ini. di wisma isolasi juga ada ruang untuk memandikan jenazah. Yaa gimana ya. Sebulan bisa sampai 4-5 jenazah yang diurus dari mbah-mbah wisma yang sudah meninggal. Kami, termasuk saya, adalah bagian dari orang-orang yang wajib untuk merawat jenazah itu. (Wah, saya butuh kursus untuk ini je..belum bisa).

Selain mbah-mbah terlantar, ada juga yang sengaja dititipkan oleh keluarga yang mampu dikarenakan orang tua mereka yang lansia kesepian di rumah. Mereka dikategorikan sebagai klien subsidi silang yang membayar 1 juta tiap bulan, yang jumlahnya total 19 orang. Walaupun banyak yang mengantri untuk menitipkan klien, pihak panti tidak bisa memenuhinya, karena prioritas dari semua wisma adalah bagi orang-orang (lansia) terlantar. Berbeda dengan yang reguler, mereka tidak perlu mencuci, tidak perlu mengambil konsumsi dan tidak perlu ke ruang poliklinik karena tenaga untuk itu sudah datang ke wismanya sendiri secara rutin.

 

Nyaris semua kebutuhan harian dari konsumsi, rohani dan kesehatan simbah-simbah sudah bisa tertutupi oleh dana APBD dan APBN, termasuk di dalamnya kebutuhan untuk day care serta home care (perawatan bagi lansia terlantar di luar panti). Tetapi bukan berarti bahwa semua itu bisa memuaskan simbah-simbah. Sebagai manusia normal, mereka butuh kasih sayang dari pihak keluarga. Itulah yang tidak mungkin negara berikan. Semewah-mewahnya hidup di panti, jelas tidak sebahagia bila mereka hidup bersama keluarga, jika ada. Saat hari raya seperti ini, mereka berbahagia karena mendapat uang saku dari panti dan juga snack dan sirup sebagai kelengkapan mereka untuk menjamu keluarga mereka yang sekiranya datang ke panti. Tetapi, terkadang hal itu tidak terjadi. Wajah penuh harapan kosong, ketika ditanya, ternyata tak ada pihak keluarga yang datang menjenguk.

 

Anda, jika sempat, bolehlah mengajak sesiapapun ke sini. Anggap saja sebagai wisata ruhani agar anda tahu bahwa orang tua itu begitu berharga dan harus dirawat sebaik-baiknya jika masa senjanya telah datang. Kalau mau membawa sumbangan, sebaiknya tidak berupa beras, kebutuhan sanitasi, atau kebutuhan konsumsi (karena semua itu sudah dipenuhi negara). Kalau mau paket langsung diberikan kepada simbah-simbah, ya harus sejumlah simbah yang ada (sekitar 130 simbah) dan jangan sampai kurang dari itu! Jika tidak mencukupi, sebaiknya TIDAK! Ini serius, karena bisa menimbulkan syak wasangka, curiga atau geger di antara simbah-simbah (maklumilah, orang tua kembali menjadi anak-anak). Atau jika uang, percayakan kepada pihak panti untuk membelanjakannya. Jika memang tertarik untuk belanja langsung, boleh, seperti kebutuhan akan tongkat lansia berbagai ukuran (beberapa lansia masih menggunakan tongkat sapu), sandal jepit, kruk, kursi roda, selimut, atau survei dulu agar belanja sesuai kebutuhan. Walaupun dari negara sudah cukup, tetapi ya beberapa peralatan masih belum ada alokasi anggarannya seperti perbaikan sound system, perawatan gamelan, peralatan teknis dll.

Demikian, semoga yang sedikit ini bisa bermanfaat. Salam…(feriawan)

*) Penulis adalah CPNS di Dinsos DIY yang bertugas di PSTW Abiyoso, Pakem. Segala isi artikel adalah pendapat dan pengetahuan dari penulis dan bukan pernyataan resmi Dinas Sosial di mana penulis bekerja.

1290cookie-checkAku dan Lansia

Tentang penulis

Pekerja Sosial di BRSPA DIY merangkap admin website

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jawab dulu + 42 = 45