SEMUA BENTUK PELAYANAN DI DINAS SOSIAL DIY TIDAK DIPUNGUT BIAYA-MEMBANTU MASYARAKAT ADALAH KEPUASAN KAMI

APAKAH BILA TERLANJUR SALAH, AKAN TETAP DIANGGAP SALAH

(Last Updated On: 23 September 2019)

Yogyakarta (19/09/2019). Sebait lagu Ebiet G ADE, mengilhami kisah dalam tulisan ini. Sebuah lagu dengan judul “Kalian Dengarkan Keluhanku”. Dari pintu ke pintu. Kucoba tawarkan nama. Demi terhenti tangis anakku. Dan keluh ibunya. Tetapi nampaknya semua mata. Memandangku curiga. Seakan hendak telanjangi, kulit jiwaku. Apakah buku diri ini selalu hitam pekat. Apakah dalam sejarah orang mesti  jadi pahlawan. Sedang Tuhan di atas sana tak pernah menghukum. Dengan sorot mata yang lebih tajam dari matahari. Kemanakah sirnanya. Nurani embun pagi. Yang biasanya ramah. Kini membakar hati. Apakah bila terlanjur salah. Akan tetap dianggap salah. Tak ada waktu lagi benahi diri. Tak ada tempat lagi ‘tuk kembali.

Desa wayang cakruk kembali menjadi heboh, setelah selama dua tahun terakhir ini, aman, damai, tentram tanpa ada gejolak apapun. Hari ini adalah hari bebasnya salah seorang narapidana bernama Janggel. Dia adalah seorang mantan narapidana, kasus penyalahgunaan obat terlarang. Selain sebagai pemakai, pada waktu itu juga mengedarkan obat-obat terlarang tersebut. Naas baginya ketika sedang melakukan pesta bersama teman-temannya, Polisi datang untuk menangkap mereka. Lebih sialnya lagi, saat itu yang tertangkap hanya dia seorang. teman-temannya berhasil melarikan diri dan menyelamatkan dirinya masing-masing. Alhasil, putusan pengadilan menyatakan bahwa Junggel dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Aktivitas di balik tembok dan jeruji besi penjara, ternyata bisa menyadarkan Junggle dari kekeliruannya. Dia menyatakan bertobat dan memahami bahwa pemakaian narkoba, tidak memberikan mafaat apapun bagi kehidupannya. Penyesalan yang panjang, bisa merubah pola pikir dan cara pandangnya tentang narkoba. Dia merasa bahwa pemakaian narkoba sebenarnya adalah salah satu upaya pihak lain yang ingin menghancurkan generasi muda. Setelah generasi muda bisa dihancurkan, maka bangsa menjadi lemah dan bisa kembali dikuasai oleh mereka yang memiliki ambisi, untuk kembali menjajah bangsa dan negara ini.

Kebebasan Jungle, ternyata tidak serta merta diterima dengan baik oleh masyarakat. Jungle telah mendapat stigma sebagai seorang narapidana. Seorang yang telah melakukan kesalahan, yang yang dianggap oleh sebagian orang, tidak bisa berubah, walaupun yang bersangkutan telah menyatakan bertaubat. Masyarakat ingin, Jungle tidak berada di desa mereka lagi, Desa Wayang Cakruk yang telah ditinggalkan oleh Junggle selama dua.

Pak Lurah wayang cakruk mendapat laporan bahwa Jungle yang telah bebas dari penjara mendapatkan perlakuan dan penolakan yang tidak semestinya dari masyarakat. Beliau merasa prihatin dan mengutus salah seorang perangkat desa untuk memanggil Jungle ke balai desa wayang cakruk. Pak Lurah wayang cakruk memberikan kepercayaan kepada jungle untuk membuktikan bahwa dia telah bertobat. Jungle diberi amanah untuk menyerahkan uang sebesar Rp3.000.000 kepada seorang Gelandangan pengemis yang saat ini juga telah bertobat untuk tidak menjadi Gelandangan dan pengemis lagi.

Amanah Pak Lurah wayang cakruk telah disampaikan Jungle dengan baik dia tidak tergiur dengan uang yang dibawa untuk diserahkan kepada kepada seorang pedangan pengemis yang juga telah meninggalkan profesinya. Dalam hati dan pikirannya, ia ingin kembali menjadi orang baik yang bisa menghargai dirinya sendiri, orang lain, dengan berusaha menjadi bagian masyarakat di Desa Wayang Cakruk sebagai warga desa yang yang baik. Tetapi niatan Junggle tidak semulus dan seindah yang dia bayangkan, penolakan-penolakan tetap saja dia dapatkan. Bahkan pada hari itu Junggle diusir dari Desa Wayang Cakruk.

Ini adalah sebuah kisah yang dilakonkan oleh Dalang Wayang Cakruk di Dusun Bintaos, Desa Girimulyo, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul. Malam itu hari Jum’at tanggal 13 September 2019. Dalang Wayang cakruk menceritakan cerita tersebut, dalam rangka penyuluhan sosial melalui media peragaan Dinas Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta. Media peragaan yang dipakai adalah Wayang Cakruk.

Disela-sela Dalang Wayang Cakruk mbabar cerita, petugas penyuluh sosial Dinas Sosial Daerah Istimewa Yigyakarta, menyampaikan, bahwa seorang bekas narapidana memiliki hak untuk kembali membuktikan pertobatannya di masyarakat, dengan melakukan perbuatan baik dan melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dengan sebaik-baiknya. Penyuluh sosial juga menyampaikan, bahwa pengucilan dan pemberian stigma buruk kepada bekas narapidana justru akan menyebabkan mereka frustasi, dan pada akhirnya merasa tidak berguna. Akibatnya mereka akan kembali menjadi tidak baik lagi. Mari kita bijak bersikap dan mengubah pemahaman, bahwa tidak selamanya orang berbuat salah, selamanya akan salah. Bekas nara pidana adalah saudara kita yang perlu dirangkul agar menjadi warga negara yang baik lagi. (wb).

Ditulis oleh : budhi wibowo, Kepala Seksi Penyuluhan Sosial.

63340cookie-checkAPAKAH BILA TERLANJUR SALAH, AKAN TETAP DIANGGAP SALAH

Tentang penulis

Pekerja Sosial di BRSPA DIY merangkap admin website

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jawab dulu + 35 = 41